Bentuk
kentrungnya macam-macam tidak harus menyerupai gitar, tetapi sesuai
‘kegilaan’ perupanya. Ada kentrung yang visualnya berupa mobil-mobil
truk misalnya, seperti karya Ong Hari Wahyu. Atau kentrungnya berupa
radio seperti karya Bambang Heras dan sejumlah karya kentrung lainnya,
yang semuanya ‘sesuka hati’ perupanya.
Djoko Pekik menampilkan kentrung yang dilukis khas karya-karya Pekik’ Jadi, oleh Pekik kentrung diletakkan sebagai kanvas dan
disana
ia menyapukan kuasnya. ‘Penjara Susun’ demikianlah judul lukisan
kentrung karya Djoko Pekik. Lain halnya dengan Hadi Soesanto, yang
biasa main electone. Karya kentrungnya dipadu dengan electone, sehingga
berupa kentrung-electone versi HaSoe.
Agaknya,
pasar kentrung bukan hanya sekedar menyajikan beragam kentrung,
melainkan sekaligus memberikan impresi lain pada karya seni rupa, yang
bertolak dari kentrung. Alhasil, pada ‘Pasar Kentrung’ instalasi
kentrung tampil dalam bermacam bentuk, tetapi satu hal yang tidak bisa
dilupakan oleh kreatornya adalah senar atau kawat sabagai tanda dari
kentrung. Sehingga, meski bentuk kentrungnya berupa truk misalnya, ada
deretan senar, yang diganti dengan karet misalnya, sebagai untuk
menunjukkan sebuah kentrung.
Banyak
kentrung yang wujudnya dikenali sebagai kentrung atau gitar, tetapi
dimodifikasi sehingga tak ubahnya seperti patung berbentuk kentrung
atau gitar, dan tidak disertakan pemetiknya, melainkan dipakai untuk
menuangkan ide seni lukis. Kentrung-kentrung bergambar bertaburan di
Bentara Budaya Yogyakarta dan bukan untuk dimainkan, melainkan untuk
‘dipajang’. Orang boleh melihat, tetapi tidak bisa memetiknya.
Dari
bermacam bentuk kentruang serta visual yang digoreskan pada kentrung,
kita bisa melihat betapa bergairahnya para perupa untuk berkarya
pada
kentrung. Nasirun tidak ketinggalan untuk ambil bagian dengan
menyajikan kentrung ‘asli’ yang tidak menyertakan pemetiknya, dan pada
tubuh kentrung diberi gambar-gambar: Nasirun melukis menggunakan media
kentrung, seperti apa yang dilakukan Djoko Pekik.
Melihat
‘Pasar Kencrung’ setidaknya kita bisa tahu, bahwa karya lukis bisa
menggunakan banyak media, tidak hanya kanvas. Pameran ini, barangkali,
sekaligus untuk memberi tahu publik, bahwa perkembangan karya seni
sekarang sering mengejutkan orang yang melihatnya. Mengejutkan
sekaligus membingungkan.
Atau
paling tidak kita bisa tahu, bahwa para perupa perlu diberi
kondisioning untuk mengubah konvensi, sehingga ruang kreatifnya bisa
berdenyut. Upaya ‘menghadirkan’ kentrung sebagai karya seni rupa,
kiranya sudah diawali dengan kondisioning pertunjukkan kentrung
beberapa kali, termasuk pertunjukan ‘Beras Kencrung’ yang pernah
dilakukan di titik nol beberapa waktu lalu.
Rupanya,
menyadari bahwa kentrung tidak hanya dibunyikan, melainkan bisa
dihadirkan sebagai karya seni rupa, maka diselenggarakan pameran ‘Pasar
Kencrung’ sekaligus untuk mengawali ulang tahun Bentara Budaya
Yogyakarta
Pameran
‘Pasar Kencrung’ ini berlangsung selama 6 hari dan pembukaannya
dilakukan Sabtu (6/9) lalu. Pameran akan berakhir pada 15 September
2011.
0 comments:
Post a Comment